Senin, 24 Agustus 2009

adab-adab

Tata Cara Ke kamar mandi / wc :
~ berdo'a sebelon masuk. "Allohumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khobaaits"
~ masuk dengan langkah kaki kiri.
~ keluar dengan kaki kanan terlebih dahulu.
~ berdo'a setelah keluar.. "Alhamdulillahiladzi adzahaba 'anil adza wal 'afani"

Adab makan dan minum
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
Ibnu Majah dan Al Baihaqi meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa menginginginkan agar Allah memperbanyak kebaikan rumahnya, maka hendaklah ia berwudhu ketika santapannya datang dan diangkat."
Membaca Basmalah sebelum makan dan Hamdalah sesudahnya
Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan dari Aisyah r.a., Ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Apabila salah seorang di antara kamu makan, hendaklah ia menyebut nama Allah Ta�ala (Basmalah). Dan apabila ia lupa menyebut nama Allah Ta�ala pada awalnya, maka hendaklah ia mengucapkan, Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu (Dengan menyebut nama Allah pada awalnya dan akhirnya)."
Meneguk minuman tidak sekaligus
Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah kalian minum dengan sekali teguk seperti minumnya unta, tetapi minumlah dua atau tiga kali teguk. Dan bacalah Basmalah jika kalian minum, serta bacalah Hamdalah jika kalian selesai minum."
Tidak mencela makanan yang disajikan kepadanya.
Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa ia berkata: "Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah mencela suatu makanan pun. Apabila beliau berselera terhadap makanan itu, maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya."
Makan dengan tangan kanan dan makanan yang dekat
Muslim meriwayatkan dari Umar bin Abu Salamah r.a. Ia mengatakan: "Pernah aku menjadi seorang budak di bawah pengawasan Rasulullah saw. Ketika (makan), tanganku bergerak di tempat makanan, Rasulullah saw. menegurku, "Hai anak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat denganmu."
Larangan meniup minuman
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa: Nabi saw. telah melarang bernafas di dalam bejana atau meniup air di dalamnya." Meniup dan bernafas ketika minum dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Makan dengan posisi tegak
Muslim meriwayatkan dari Anas r.a bahwa ia berkata: "Aku melihat Rasulullah saw. duduk tegak ketika memakan buah kurma."
Dianjurkan Berbincang-bincang ketika makan
Muslim meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Nabi saw. bertanya kepada keluarganya tentang lauk pauk. Mereka menjawab, "Kita tidak punya sesuatu selain cuka." Beliau memintanya dan memakannya sedikit, seraya bersabda, "Ya, lauk pauk adalah cuka. Ya, lauk-pauk adalah cuka."
Dianjurkan duduk ketika minum dan makan
Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. dari Nabi saw.: "Bahwa ia melarang seseorang untuk minum sambil berdiri. Qatadah berkata, "Kemudian kami bertanya kepada Anas tentang makan. Ia menjawab bahwa itu lebih buruk."
Jangan kekenyangan
Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda: "Tidak ada suatu tempat hunian anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja, sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa ia harus berbuat, maka hendaknya sepertiga diisi untuk makanannya dan sepertiga didiisi untuk minumannya, serta sepertiga lagi diisi untuk nafasnya."
Demikianlah beberapa adab/aturan tentang makan dan minum bagi seorang muslim, semakin dini buah hati kita mengetahuinya, maka ia dapat dengan mudah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga apa yang dimakan buah hati selalu sesuai dengan do�a (do�a sebelum makan) sebagai berikut, "Ya Allah berkahilah kami dalam rizki yang telah Engkau limpahkan kepada kami dan peliharalah kami dari siksa neraka." Serta do�a (sesudah makan) "Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum, serta menjadikan kami Muslim." (H.R. Abu Daud). Aamiin.
• Bacalah basmalah sebelum makan/minum dan berdoalah.
• Duduk dengan baik, tegap dan tidak menyandar, Karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan akan turun dengan sempurna. Rasulullah saw telah melarang kita untuk makan sambil bersandar : “Sesungguhnya aku tidak makan sambil bersandar” (H.R. Al-Bukhari).
• Makan dan minum tidak sambil berdiri. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. dari Nabi saw, : “Bahwa ia melarang seseorang untuk minum sambil berdiri. Qatadah berkata, “kemudian kami bertanya kepada Anas tentang makan, ia menjawab bahwa itu lebih buruk.”
• Mencuci tangan sebelum makan.
• Menggunakan tangan kanan.
• Tidak mencela makanan yang disajikan kepadanya. As-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa ia berkata : “Rasulullah saw, sama sekali tidak pernah mencela suatu makanan pun. Apabila beliau berselera terhadap makanan itu, maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.”
• Tidak meniup minuman yang disediakan. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa, “Nabi saw, telah melarang bernafas di dalam bejana atau meniup air di dalamnya.” Meniup dan bernafas ketika minum dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
• Bersikap sederhana dan tidak berlebih-lebihan ketika makan.
• Memulai makan dari yang dekat dan tidak memenuhi mulut dengan makanan yang banyak.
• Tidak banyak bicara ketika sedang makan.
• Disunnahkan untuk makan secara berjama’ah dan tiidak berpencar sendiri-sendiri, karena jama’ah akan mempererat persaudaraan dan menyebabkan turunnya barakah pada makanan kita.
• Meneguk minuman tidak sekaligus. Dijelaskan dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dari Ibnu Abbas r.a,: bahwa Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian minum dengan sekali teguk seperti minumnya unta, tetapi minumlah dua atau tiga kali teguk. Dan bacalah basmalah jika kalian minum, serta bacalah hamdalah jika kalian selesai minum.”
• Tidak mengeluarkan suara keras ketika mengunyah, karena hal itu mengganggu orang lain.
• Jangan mengawasi dan melihat-lihat orang yang sedang makan, karena hal itu mengganggu perasaan mereka, dan mengurangi selera makan.
• Tidak menyisakan makanan di piring, bahkan kita dianjurkan untuk membersihkan tangan dan jari-jari kita dengan mulut ketika selesai makan. Dan jika ada makanan yang jatuh supaya dipungut dan dibersihkan kemudian dimakan.
• Membaca hamdalah dan doa setelah makan.
• Mencuci tangan setelah makan.

Bab cara Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mandi Junub
1. Diriwayatkan dari Aisyah r.a ia berkata: Apabila Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam memulainya dengan membasuh kedua tangan, kemudian menuangkan air dengan menggunakan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu sebagaimana yang biasa dilakukan ketika ingin mendirikan sholat. Kemudian menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Ketika selesai membasuh kepala sebanyak tiga kali, seterusnya membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki. [HR Bukhori No. 240, 250, 254, 264, Muslim No. 474, Tirmidzi No. 97, An Nasai No. 228, Abu Dawud No. 208, Ibnu Majah No. 370]
2. Diriwayatkan dari Maimunah r.a ia berkata: Aku pernah membawa air kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam untuk mandi junub. Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam memulainya dengan membasuh dua tapak tangan sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam memasukkan tangan ke dalam tempat berisi air, lalu mecidukkan air tersebut ke atas kemaluan serta membasuhnya dengan tangan kiri. Setelah itu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menggosokkan tangan kiri ke tanah, lalu berwudhu sebagaimana yang biasa dilakukan untuk mendirikan sholat. Kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menuangkan air yang diciduk dengan dua telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali. Seterusnya Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam membasuh seluruh tubuh, lalu beralih dari tempat tersebut dan membasuh kedua kaki, kemudian aku mengambilkan sapu tangan [handuk] untuk Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, tetapi menolaknya. [HR Bukhori No. 241, Muslim No. 476, At Tirmidzi No. 96, An Nasai No. 415, Abu Dawud No. 213, Ibnu Majah No. 566] dan tambahan riwayat dari Maimunah juga dan beliau Rasulullah mengusap air [yang ada pada badannya] dengan tangannya [HR Jama'ah]. Bustanul Ahbar Hadist No. 427.
3. Diriwayatkan dari Jubair bin Mut’im r.a ia berkata: Para Sahabat belajar menggunakan air untuk mandi dari Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian daripada mereka berkata: Aku menuangkan air ke kepalaku begini, begini. Lalu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Aku meyiram kepalaku dengan air yang diciduk dengan menggunakan tapak tangan sebanyak tiga kali. [HR Bukhori No. 246, Muslim No. 493, An Nasai No. 250, Abu Dawud No. 207, Ibnu Majah No. 568]
4. Dan bagi satu riwayat, bagi bukhori dan Muslim, dikatakan ia menyelah-nyelahi rambutnya dengan kedua tangannya, sehingga apabila ia merasa telah basah seluruh kulit kepalanya, ia tuangkan [air] diatasnya tiga kali. [Bustanul Ahbar Hadist No. 425]
5. Dan dari ‘Aisyah r.a, ia berkata: Adalah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam tidak berwudhu sesudah mandi. [HR Imam yang lima, takhrij Bustanul Ahbar Hadist No. 428].
Kesimpulan Hadist :
1. Bahwa Mandi Junub Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam adalah:
2. Memulainya dengan membasuh kedua tangan
3. Menuangkan air dengan menggunakan tangan kanan ke tangan kiri
4. Mecidukkan air tersebut ke atas kemaluan serta membasuhnya dengan tangan kiri
Setelah itu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menggosokkan tangan kiri ke tanah
Lalu berwudhu sebagaimana yang biasa dilakukan untuk mendirikan sholat
5. Menuangkan air yang diciduk dengan dua telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali, [hadist no 2], dengan menyelah-nyelahi rambutnya dengan kedua tangannya, sehingga apabila ia merasa telah basah seluruh kulit kepalanya, ia tuangkan [air] diatasnya tiga kali [hadist no 4]
6. Seterusnya Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam membasuh seluruh tubuh
7. Kemudian membasuh kedua kaki.
8. Rasulullah tidak berwudhu lagi setelah mandi.
. Niat dalam hati

2. Membaca basmalah

3. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali

4. Membersihkan kemaluan dengan tangan kiri

5. Membersihkan tangan kiri

6. Berwudhu' secara sempurna

7. Menyela nyelai rambut secara merata dan menyiram kepala tiga kali

8. Meratakan air keseluruh tubuh

9. Berpindah dari tempat semula, lalu membasuh kedua kaki

10. Tidak mandi di air yang tidak mengalir
Adab Hubungan Seks Suami Isteri
Lelaki wanita yang hidup dalam perkawinan tentu mengharapkan anak dari hasil hubungan antara suami isteri. Tentunya anak yang sehat, cerdas dan berbakti kepada orang tuanya serta taat menjalankan ibadah kepada Allah Taala. Anak yang demikian ini disebut anak yang soleh yang menjadi dambaan bagi setiap orang tua.
Terbentuknya anak menjadi orang yang soleh di samping unsur pendidikan, juga perilaku orang tuanya sewaktu melakukan persetubuhan akan menentukan corak kepribadian anaknya. Oleh sebab itu agama Islam telah memberi tuntutan yang sangat tepat baik ditinjau dari segi kesehatan ataupun moral.
Bimbingan Islam itu antara lain adalah:
Mandi terlebih dahulu bagi suami. Faedahnya adalah membersihkan badan dari semua kotoran dan bau yang kurang sedap, di samping untuk menguatkan syahwat. Cara ini sungguh sangat hygenis karena badan telah dibersihkan dari segala macam bibit penyakit terutama pada bagian alat kelamin.
Berwudhu sebelum bersenggama. Berwudhu ini dilakukan setelah mandi, gunanya adalah untuk membersihkan hadas kecil. Orang yang bersetubuh dalam keadaan suci lahir dan batinnya, lebih tenang dan tenteram daripada bersetubuh dalam keadaan kotor. Wudhu ini lebih ditekankan lagi sewaktu melakukan hubungan seks untuk yang kedua atau ketiga kalinya dalam satu malam. Faedahnya juga untuk menguatkan kelamin dan kebersihan. Sebagaiman tersebut dalam hadis riwayat Muslim yang bersumber dari Abu Said al Khudri, Rasulullah s.a.w. telah bersabda: “Apabila seorang dari kalian mendatangi isterinya, kemudian ia berkehendak mengulangi lagi, maka hendaklah ia berwuduk”.
Sewaktu mendekati isterinya ucapkanlah salam sebagai tanda kasih sayang. Salam mesra ini amat berpengaruh dalam jiwa isteri untuk membangkitkan ghairah seksnya serta perasaan menyerah setulus hati.
Ucapan salam harus disambut isterinya dengan ucapan mesra pula sebagai dorongan agar suaminya benar-benar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selepas kedua-duanya saling mengucapkan salam, suami boleh meneruskan acara itu dengan membelai rambut isterinya serta menciumnya tiga kali sebagai ciuman kasih sayang seraya mengucapkan sholawat nabi tiga kali. “Allahumma Shalli `Alaa Muhammad”. Ucapan selawat ini sebagai satu usaha agar persetubuhan ini mendapat berkat dan diridhoi Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Qudsi yang bersumber dari Abdur Rahman bin Auf, Allah telah berfirman kepada Rasulullah s.a.w. yang ertinya: “Barangsiapa mengucapkan salam kepadamu, niscaya Aku (Allah) memberi kesejahteraan kepadanya Dan barangsiapa membaca sholawat kepadamu, nescaya Aku memberi rahmat kepadanya”.
Menjelang akan dilakukannya persetubuhan suami hendaklah membaca doa puji-pujian kepada Allah agar dianugerahi anak yang soleh, taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tuanya.
Hendaklah mandi selesai bersetubuh. Tidak seperti mandi ketika bersetubuh, mandi terakhir ini hukumnya wajib, baik mengeluarkan mani ataupun tidak. Kewajipan mandi ini sungguh merupakan tindakan kebersihan dan kesihatan sebab keletihan dan kelelahan badan waktu bersetubuh perlu penyegaran kembali.
Biasanya setelah malam harinya melakukan persetubuhan, maka pada pagi harinya badan terasa lesu, malas dan timbul berbagai perasaan yang bukan-bukan. Timbulnya kelesuan badan itu tiada lain kerana keletihan saraf-saraf di seluruh badan akibat keluarnya air mani dari dalam tubuh yang memerlukan tenaga. Sehubungan dengan itu, Islam telah mewajibkan kepada umatnya untuk mandi setiap kali mengeluarkan air mani atau sehabis bersetubuh. Maka terasalah badan segar kembali, timbul vitaliti baru, hilang rasa ngilu, fikiran berjalan normal seperti sediakala.
Mengenai perintah mandi wajib setelah bersetubuh itu tersimpul dalam hadis nabi riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah iaitu bermaksud:
“Apabila ia duduk di antara empat anggotanya (dua tangan dan dua kaki) kemudian ia kerjakan dia (perempuan) maka sesungguhnya wajiblah mandi”.
Selanjutnya timbul pertanyaan pada kita apakah boleh melihat aurat semasa melakukan persetubuhan?
Pengertian aurat dalam Islam ialah bagian-bagian tubuh baik lelaki maupun perempuan yang haram dilihat oleh orang yang bukan mahramnya atau suami isteri sendiri. Aurat orang lelaki terdapat di bahagian tubuh antara pusat hingga lutut. Sedang aurat perempuan meliputi seluruh tubuhnya. Bahagian-bahagian aurat ini sama sekali tidak boleh dilihat oleh sesiapapun kecuali oleh mahramnya atau suami isterinya sendiri. Kerana aurat tidak boleh dilihat, wajiblah aurat itu ditutup dengan pakaian yang sopan.
Aurat mempunyai pengaruh tersendiri pada pandangan mata. Ia punya daya rangsangan yang bisa membangkitkan nafsu birahi seseorang.. Hanya dengan melihat aurat, orang lelaki bisa ereksi. Begitu pula perempuan timbul nafsu birahinya karena melihat aurat lelaki. Begitulah aurat yang oleh agama Islam sangat dihormati, yang harus ditutup dari pandangan mata kecuali oleh suaminya, isterinya atau mahramnya sendiri.
Firman Allah Taala:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (Al Quran Surah An Nur Ayat 30)
firman Allah Taala:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup kain ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka”. (Al Quran, Surah An Nur Ayat 31)
“Tidaklah boleh orang lelaki melihat aurat orang lelaki dan tidak boleh orang perempuan melihat kepada aurat orang perempuan. Tidak boleh pula orang lelaki berselimut dengan orang lelaki dalam satu kain. Tidak boleh orang perempuan berselimut dengan orang perempuan dalam satu kain”. (Hadis riwayat Muslim dari Abu Said r.a)
Sabda Rasulullah s.a.w.:
“Janganlah kamu perlihatkan pahamu, dan janganlah kamu melihat paha orang hidup dan jangan pula paha orang mati”. (Hadis riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan Hakim)
Jelaslah, melihat aurat antara sesama jenis atau lain jenis dilarang oleh agama kecuali yang melihat itu mahramnya atau suami isterinya sendiri, bagi suami isteri yang ingin meningkatkan gairah seksualnya dalam cumbu rayu, tentu melihatnya diperbolehkan.
Walaupun demikian ada batasan bagi suami isteri melihat aurat iaitu farji atau vagina, maka melihatnya dilarang. Bahkan di dalam hadis disebutkan alasan mengapa dilarang melihat vagina (kemaluan wanita). Rasulullah s.a.w. bersabda yang ertinya:
“Apabila seorang dari kalian mendatangi isterinya maka janganlah ia melihat faraj (kemaluannya) kerana sesungguhnya yang demikian itu menyebabkan buta”.
Adakah maksud melihat faraj itu menyebabkan kebutaan? Kiranya belum ada ketentuan yang pasti secara ilmiah yang membenarkannya. Sebab betapa pun jorok farji itu, akan tetapi farji tidak mengeluarkan zat atau gas-gas yang membutakan. Jadi secara medis melihat farji itu tidak membahayakan mata.
Mengapa hadis menyebutkan begitu? Allahlah yang Maha Mengetahui. Akan tetapi yang jelas farji merupakan anggota kelamin wanita yang sangat dihormati, siapa pun wanitanya. Bahkan wanita primitif-primitif yang belum mengenal kebudayaan pun tidak lupa menutup kemaluan mereka walaupun anggota-anggota badan lainya tetap dibiarkan terbuka bebas. Mereka mempunyai perasaan malu jika kemaluannya dilihat orang lain.
Secara alamiah memberi petunjuk betapa kemaluan wanita itu merupakan anggota kelamin yang terhormat, yang tidak boleh dijadikan tontonan dan dipertontonkan.
Wanita mempunyai sifat pemalu, lebih pemalu daripada lelaki. Malu sebagai salah satu unsur penghalang timbulnya dorongan seksual. Jadi kalau suami akan bersetubuh kemudian merayu isterinya sambil melihat kelaminnya pastilah gairah seksual isterinya akan turun secara drastik kerana didesak oleh rasa malunya. Oleh itu tidak berfaedah sama sekali usaha merayu isterinya yang justru mengharapkan kepuasan dalam hubungan seks.
Di samping itu melihat kelamin wanita atau isterinya biasa menimbulkan akibat lain. yaitu kemungkinan nafsunya akan cepat terangsang sehingga menimbulkan hajat yang tidak terbendung lagi. Sehingga belum juga dia merayu isterinya yang belum siap melakukan hubungan seks, ia sudah terburu-buru memaksa isterinya untuk bersetubuh. Sehingga benar-benar butalah hatinya, ia tidak lagi memikirkan keperluan seks isterinya melainkan hanya keperluan dirinya yang dikejar untuk mencapai kepuasan. Memang benar-benar buta , buta hatinya.
Dengan kenyataan seperti di atas, maka kemungkinan besar larangan melihat kelamin wanita yang terdapat dalam hadis di atas merupakan tindakan moral saja agar setiap orang tidak gegabah melihat kelamin wanita. Jadi buta yang dimaksudkan di dalam hadis tentunya dapat diertikan sebagai buta hati bukan buta mata yang sesungguhnya.
Islam telah menuntut umatnya ke jalan yang benar, hidup yang benar, , dalam ridha Allah. Yang demikian itu dimaksukan agar semua umatnya selalu memegang prinsip yang benar dalam semua segi kehidupannya.
Cara Mandi Junub yang Benar
Mandi junub itu ialah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-orang mukallaf1 dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari hadats besar2. Dan menurut aturan Syari’at Islamiyah, mandi junub itu dinamakan mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh3. Mandi junub ini adalah termasuk dari perkara syarat sahnya shalat kita, sehingga bila kita tidak mengerjakannya dengan cara yang benar maka mandi junub kita itu tidak dianggap sah sehingga kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat kita dianggap tidak sah bila kita menunaikannya dalam keadaan belum bersih dari hadats besar dan kecil. Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub yang dilakukan dengan mengamalkan cara-cara mandi junub yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam.
Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan dia dianggap dalam keadaan berhadats besar sehingga diwajibkan dia untuk melepaskan diri darinya dengan mandi junub. Beberapa keadaan itu adalah sebagai berikut :
1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. (HR. Muslim dalam Shahihnya).
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan: “Dan Maknanya ialah: Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani4”.
2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Apabila seorang pria telah menindih diantara empat bagian tubuh perempuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insya Allah dalam menu Muslimah).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insya Allah dalam topik pembahasan “Cara Memandikan Jenazah”).
Cara menunaikan mandi junub :
Karena menunaikan mandi junub itu adalah termasuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka disamping harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, juga harus pula dilaksanakan dengan cara dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam. Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang memberitakan beberapa cara mandi junub tersebut. Riwayat-riwayat itu adalah sebagai berikut :
1. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam telah bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadanya demikian dan demikian dari api neraka”. (HR. Abu Dawud dalam Sunannya hadits ke 249 dan Ibnu Majah dalam Sunannya hadits ke 599. Dan Ibnu Hajar Al Asqalani menshahihkan hadits ini dalam Talkhishul Habir jilid 1 halaman 249)
Dengan demikian kita harus meratakan air ketika mandi janabat ke seluruh tubuh dengan penuh kehati-hatian sehingga dilakukan penyiraman air ketubuh kita itu berkalai-kali dan rata.
2. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha beliau menyatakan: Kebiasaannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam apabila mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian beliau berwudhu’ seperti wudhu’ beliau untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari-jemari beliau kedalam air, sehingga beliau menyilang-nyilang dengan jari-jemari itu rambut beliau, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuh beliau”. (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomer 248 (Fathul Bari) dan Muslim dalam Shahihnya hadits ke 316. Dalam riwayat Muslim ada tambahan lafadz berbunyi demikian : “Kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kedua telapak kakinya”).
Jadi dalam mandi junubnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, beliau memasukkan air ke sela-sela rambut beliau dengan jari-jemari beliau. Ini adalah untuk memastikan ratanya air mandi junub itu sampai ke kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di atasnya. Sehingga air mandi junub itu benar-benar mengalir ke seluruh kulit tubuh.
3. Maimunah Ummul Mu’minin menceritakan: Aku dekatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam air mandi beliau untuk janabat. Maka beliau mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali, kemudian beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana air itu, kemudian beliau mengambil air dari padanya dengan kedua telapak tangan itu untuk kemaluannya dan beliau mencucinya dengan telapak tangan kiri beliau, kemudian setelah itu beliau memukulkan telapak tangan beliau yang kiri itu ke lantai dan menggosoknya dengan lantai itu dengan sekeras-kerasnya. Kemudian setelah itu beliau berwudhu’ dengan cara wudhu’ yang dilakukan untuk shalat. Setelah itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan dengan sepenuh telapak tangannya. Kemudian beliau membasuh seluruh bagian tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya sehingga beliau mencuci kedua telapak kakinya, kemudian aku bawakan kepada beliau kain handuk, namun beliau menolaknya”. (HR. Muslim dalam Shahihnya hadits ke 317 dari Ibnu Abbas).
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa setelah membasuh kedua telapak tangan sebagai permulaan amalan mandi junub, maka membasuh kemaluan sampai bersih dengan telapak tangan sebelah kiri dan setelah itu telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai dan baru mulai berwudhu’. Juga dalam riwayat ini ditunjukkan bahwa setelah mandi junub itu, sunnahnya tidak mengeringkan badan dengan kain handuk.
4. Dari Maimun (istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam), beliau memberitakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam ketika mandi janabat, beliau mencuci kemaluannya dengan tangannya, kemudian tangannya itu digosokkan ke tembok, kemudian setelah itu beliau mencuci tangannya itu, kemudian beliau berwudhu’ seperti cara wudhu’ beliau untuk shalat. Maka ketika beliau telah selesai dari mandinya, beliau membasuh kedua telapak kakinya”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya, hadits ke 260).
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa menggosokkan telapak tangan kiri setelah mencuci kemaluan dengannya, bisa juga menggosokkannya ke tembok dan tidak harus ke lantai. Juga dalam hadits ini diterangkan bahwa setelah menggosokkan tangan ke tembok itu, tangan tersebut dicuci, baru kemudian berwudhu’.
Penutup & Kesimpulan :
Dari berbagai riwayat tersebut di atas kita dapat simpulkan, bahwa cara mandi junub itu adalah sebagai berikut :
1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.
2. Dalam mandi junub, harus dipastikan bahwa air telah mengenai seluruh tubuh sampaipun kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di manapun di seluruh tubuh kita. Karena itu siraman air itu harus pula dibantu dingan jari-jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun.
3. Mandi junub dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan gayung. Dan bukannya dengan mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak air.
4. Setelah itu mengambil air dengan telapak tangan untuk mencuci kemaluan dengan telapak tangan kiri sehingga bersih.
5. Kemudian telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai atau ke tembok sebanyak tiga kali. Dan setelah itu dibasuh dengan air.
6. Setelah itu berwudhu’ sebagaimana cara berwudhu’ untuk shalat.
7. Kemudian mengguyurkan air dari kepala ke seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari-jemari ke sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.
8. Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, maka mandi itu diakhiri dengan membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.
9. Disunnahkan untuk tidak mengeringkan badan dengan kain handuk atau kain apa saja untuk mengeringkan badan itu.
10. Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan tertib seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam.
Demikianlah cara mandi junub yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dan juga telah dicontohkan oleh beliau. Semoga dengan kita menunaikan ilmu ini, amalan ibadah shalat kita akan diterima oleh Allah Ta’aala karena kita telah suci dari junub atau hadats besar. Amin Ya Mujibas sa’ilin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar